Ekonomi Islam bukan sekadar cabang ilmu ekonomi konvensional yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Sebaliknya, ia merupakan bagian integral dari sistem kehidupan Islam yang komprehensif, mencakup aspek akidah, syariah, dan akhlak. Buku Konsep Ilmu Ekonomi dalam Islam karya Imamudin Yuliadi menjelaskan bagaimana ilmu ekonomi Islam diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam untuk menciptakan sistem yang adil, berkelanjutan, dan

Struktur Bumi Kajian klasik tentang pembentukan bumi dan alam semesta mengacu pada teori Kabut Nebula dan teori Bintang Kembar, yang dikembangkan pada abad ke-19 berdasarkan pemikiran filsafat materialisme. Teori ini dianggap terbatas karena tidak memenuhi semua aspek waktu dan peristiwa kebetulan. Teori klasik oleh Immanuel Kant, Karl Marx, dan Friedrich Engels berkembang pada abad ke-20

Integrasi Keilmuan dan Islam Integrasi keilmuan dan Islam, meskipun tampak terpisah, sebenarnya memiliki keterkaitan yang erat dan saling melengkapi. Islam menekankan pentingnya ilmu pengetahuan, dan mendorong umatnya untuk mencarinya melalui berbagai sarana. Banyak ilmuwan Muslim sepanjang sejarah memberikan kontribusi besar dalam bidang sains, seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan kimia. Misalnya, Al-Khawarizmi yang dikenal sebagai bapak

Umat Islam saat ini menghadapi ketertinggalan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengalokasikan kurang dari 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk penelitian dan pengembangan, jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai 1,78%. Meski demikian, dalam sejarah, peradaban Islam pernah mencapai puncak kejayaan

Jadal (debat) dalam keilmuan Islam sering diabaikan dan dipertanyakan terhadap asal usulnya yang terpengaruh dari dampak perpaduan dan pertemuan budaya Arab-Islam dan Yunani. Penelusuran asal usul dilakukan melalui penjelajahan interaksi antara keilmuan muslim dan tradisi dialektika Yunani melalui karya dan kegiatan penerjemahan. Penelusuran ini memungkinkan kita untuk membuat interpretasi yang berisi informasi mengenai pengaruh dialektika

Istilah berunding dan berbantah di kalangan umat Islam pertama kali dikenalkan oleh Washil bin ‘Atha’ (80-131H). Pada zaman khalifah Al-Makmun ketika ilmu pengetahuan Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab telah ada pula ilmu Khilaf dan Jadal yang digunakan untuk mencari kemenangan dalam berunding atau berdebat. Ilmu munazarah (‘ada-bul bahtsi wal muna-dharah) baru disusun secara khusus

Dalam public lecture yang diselenggarakan antara kerjasama UMY dan Kirikkale University, Eslan Aslan (Rektor Kirikkale University) menjelaskan beberapa topik dalam ruang lingkup integrasi sains dan Islam. Eslan mengungkapkan bahwa banyak dari kita telah melupakan para ilmuwan muslim pada masa lalu dan lebih mengenal ilmuwan-ilmuwan yang berasal dari Barat. Hal ini dikarenakan adanya ketidakjujuran dari beberapa

Necmettin Bilal Erdoğan memberikan sambutan pada acara Memorandum of Understanding Signing & Public Lecture (19/12/2022). Ia hadir sebagai perwakilan dari Board Trustees of IBTAV Turkiye. Pesan utama yang disampaikan adalah urgensi ilmu pengetahuan sebagai penopang peradaban. Bilal Erdoğan merasa gembira dan berterimakasih kepada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta karena ikut serta membangun kembali kejayaan ilmu pengetahuan di

Setiap muslim terlebih sarjana, ulama dan mujtahid dituntut untuk mempelajari al-Qur’an dan hadis. Namun ironi yang terjadi dalam dunia kesarjanaan Islam adalah banyak cendekia muslim enggan membaca al-Qur’an. Termasuk juga tidak mau melakukan refleksi terhadap al-Qur’an untuk aktivitas keilmuan. Padahal secara tegas surat Muhammad ayat 24 menyebutkan pentingnya mengkaji al-Qur’an: اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى

Jasser Auda menulis buku dengan judul (Re-envisioning Islamic Scholarship: Maqasid Methodology as a New Approach) yang terbit tahun 2021. Dalam kata pengantarnya, Auda dengan jelas menyatakan bahwa tujuan utama dari seluruh karyanya adalah untuk “menghidupkan kembali konsep asli pendekatan/kerangka/pandangan dunia Islam dalam konteks saat ini” (hal.19). Sebelum menembus ke konsepsi utama, Auda menguraikan lima kelemahan