Harmoni Agama dan Ilmu Pengetahuan
Berbicara tentang hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan melibatkan aspek yang sangat luas dan keduanya memiliki keterkaitan dan integrasi yang kuat. Hal ini sejalan dengan pandangan yang diungkapkan oleh Einstein, bahwa pandangan seseorang terhadap agama dapat mempengaruhi pemikiran ilmiahnya, dan sebaliknya, pandangan ilmiahnya juga dapat mempengaruhi agamanya. Dengan demikian, berdasarkan pandangan ini, dapat dipahami bahwa agama dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan, dan sebaliknya, ilmu pengetahuan juga memberikan hasil temuan ilmiahnya pada agama. Dengan kata lain, agama memberikan dukungan pada sains agar tidak hanya terbatas pada pengamatan empiris, tetapi juga dapat menjelajahi dunia dengan lebih luas.
Pada dekade terakhir, telah muncul para ilmuwan Muslim yang berusaha merespons perkembangan sains modern dengan pendekatan yang berbeda. Beberapa dari mereka antara lain adalah Seyyed Hossein Nasr, al-Faruqi, Naquib al-Attas, Ziauddin Sardar, Mehdi Golshani, Muhammad Abdus Salam, dan lain-lain. Salah satu tokoh kontemporer yang meneruskan perjuangan mereka adalah Profesor Nidhal Guessoum. Kehadiran Guessoum dalam diskursus ‘Islam dan Sains’ telah memberikan beragam perspektif berharga bagi pemikiran di dunia Islam.
Karya yang hadir di hadapan kita merupakan tulisan dari Guessoum yang berhasil menggabungkan Islam dengan Sains Modern dengan cemerlang. Dalam tulisannya ini, terlihat usaha Nidhal untuk memberikan respon yang bijaksana terhadap perkembangan sains modern yang mempengaruhi dunia Islam, tanpa mengabaikan tradisi Islam. Pendekatan brilian ini mendapatkan apresiasi positif tidak hanya dari kalangan Muslim, tetapi juga dari ilmuwan non-Muslim di berbagai belahan dunia. Meskipun ada beberapa kalangan Muslim yang tidak setuju dengan pendekatan yang diambil Nidhal Guessoum.
Buku Islam’s Quantum Question: Reconciling Muslim Tradition and Modern Science oleh Nidhal Guessoum menawarkan perspektif progresif yang layak dibaca oleh para ilmuwan yang tertarik dengan isu Islam dan Sains. Dalam karya ini, Nidhal membahas kompleksitas sikap Islam terhadap ilmu pengetahuan, terutama dalam kaitannya dengan applied science, yang bervariasi tergantung pada subjek yang dibahas. Melalui penelitian dan pengalamannya, Nidhal memaparkan berbagai pandangan para ilmuwan Muslim dalam merespon tantangan sains modern.
Sebagai seorang ahli di bidang astrofisika, Nidhal tidak hanya fokus pada penelitian pada filsafat sains, namun juga berhasil menggabungkan teori-teori sains modern dengan sumber dan tradisi Islam. Ia memiliki pemahaman mendalam tentang perkembangan sains modern, karena tidak hanya menjadi ahli teoritis, tetapi juga praktisi dalam bidang tersebut. Selain itu, Nidhal sangat menghargai usaha intelektual Muslim dalam menemukan kebenaran ilmiah yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an. Meskipun ia mengakui kepentingan sains modern, Nidhal juga melihat kerangka teistik sebagai dasar untuk memahami alam semesta secara rasional. Pendekatan yang brilian ini, yang dikembangkan oleh Professor dari American University of Sharjah, merupakan usaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan keyakinan agama.
Pada bagian pengantar buku ini, Nidhal Guessoum mengungkapkan rasa prihatinnya tentang perkembangan Islam dan sains yang berkembang pesat di era modern ini, lebih jauh Nidhal mengkritik perkembangan ‘tecnological vs human develompment, science and the Qur’an in muslim society today, dan science, methodology and education’.
Nidhal merasa prihatin dengan tingkat perkembangan manusia dan ilmu pengetahuan yang menyedihkan. Dalam konteks UEA dan dunia Arab misalnya, bahkan secara keseluruhan dalam dunia Islam, ia melihat adanya ketidaksesuaian antara pembangunan material dan intelektual dengan kemajuan teknologi dan ilmiah. Pada konferensi kedelapan bertema “Scientific I’jaz (Miraculous Aspects) in the Qur’an and the Sunna”, i’jāz ilmiah dalam al-Qur’an dan Sunnah tahun 2006 di Kuwait, dihadiri oleh 86 pemakalah. Nidhal melihat bahwa ada upaya yang terlalu simplistis dalam mencoba merangkai kembali hubungan antara Islam dengan sains.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju seharusnya menjadi peluang bagi umat Islam untuk terus mengembangkan pemahaman mereka tentang ajaran Islam dan mengintegrasikan nilai-nilai keilmuan dengan keyakinan agama. Namun, Nidhal melihat bahwa ada kecenderungan untuk menanggapinya dengan cara yang terlalu dangkal atau sekadar mencari kesamaan tanpa mengeksplorasi perspektif yang lebih dalam dan kompleks.
Setahun berikutnya pada April 2007, Nidhal menghadiri sebuah konfrensi serupa yang dilaksanakan di Abu Dhabi bertema “Qur’anic Healing”. Salah satu topik penting dalam konferensi tersebut adalah efek dari pembacaan ayat-ayat al-Qur’an terhadap air, yang disebut memiliki kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit pada pasien yang mengkonsumsinya. Konon, efek ini terjadi karena memori air yang dipengaruhi oleh getaran-getaran al-Qur’an. Beberapa ahli berpendapat bahwa gelombang elektromagnetik dari ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca dapat mengubah struktur molekul air dan memberikan energi khusus. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa isi informasi dari al-Qur’an dapat ditransmisikan ke air dan kemudian sampai pada pasien. Menurut Nidhal, ada pembicara dalam konferensi tersebut yang merupakan seorang teknisi peralatan medis. Ia membawa sebuah alat yang diklaim dapat mengekstrak energi penyembuhan Qur’ani yang tersimpan dalam air, dan kemudian mentransfernya ke air lain dengan hanya menempatkan satu jari di dalamnya sambil membaca ayat-ayat dengan keras atau dalam pikiran seseorang. Pembicara tersebut mengklaim bahwa alat tersebut dapat mengubah energi menjadi informasi digital, merekamnya, dan mengirimkannya melalui internet kepada siapa pun yang membutuhkannya di seluruh dunia. Penemuan dalam konferensi tersebut dianggap sebagai terobosan signifikan dalam pengembangan imunitas psikologis dan kemajuan teknologi penyembuhan ajaib Qur’ani. Ini merupakan kolaborasi pertama yang menggabungkan al-Qur’an dengan teknologi modern. Nidhal menegaskan bahwa semua laporan yang disajikan dalam konferensi tersebut merupakan bagian dari perkembangan ilmiah abad ke-20, dan bukan merupakan pemikiran dari zaman gelap abad pertengahan.
“Now, in contrast to that dazzling development, one finds the level of human and scientific development incredibly depressed and depressing.”
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, metodologi, dan pendidikan, Nidhal menyatakan bahwa sistem pendidikan di dunia Islam saat ini cenderung hanya menekankan pada hafalan semata, termasuk dalam cara pandang seorang muslim terhadap al-Qur’an. Ini berarti bahwa al-Qur’an seringkali hanya dihafalkan tanpa memahami maknanya secara mendalam. Akibatnya, banyak mahasiswa di perguruan tinggi Islam mengalami kelemahan dalam kemampuan berpikir kritis dan analitis. Sistem pendidikan di masyarakat Arab dan dunia Islam secara umum cenderung mengabaikan pentingnya memahami fakta-fakta dan dasar ilmiah yang luas, sehingga meremehkan nilai ilmu pengetahuan, kerangka metodologi, lingkup validasi, dan batasan-batasannya.
Meskipun telah ada upaya serius selama bertahun-tahun untuk merekonstruksi pemahaman umat Muslim dan hubungannya dengan sains, suara-suara yang mendukung upaya ini masih sedikit, seringkali terputus-putus, dan kerap diabaikan, sehingga sulit didengar, apalagi mempengaruhi sikap publik Muslim terhadap sains.