Integrasi Keilmuan dalam Peradaban Islam Menurut Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA.

7 June 2025, oleh: Editor

Umat Islam saat ini menghadapi ketertinggalan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengalokasikan kurang dari 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk penelitian dan pengembangan, jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai 1,78%. Meski demikian, dalam sejarah, peradaban Islam pernah mencapai puncak kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan antara abad ke-7 hingga ke-15. Pada masa itu, berbagai universitas dan laboratorium riset berkembang pesat di dunia Islam, termasuk di Asia, Afrika, dan Eropa.

Tokoh-tokoh ilmuwan dari masa itu memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang ilmu. Di bidang Astronomi, misalnya, terdapat al-Battānī yang menulis karya penting seperti Kitab Zij aş-Şabi dan mendirikan observatorium Astronomi. Dalam bidang kedokteran, Ibn Sīnā (Avicenna) menulis kitab al-Qanun fi at-Tibb yang menjadi referensi penting dalam dunia kedokteran Barat. Di bidang Matematika, Muhammad Ibn Mūsā al-Khawārizmi menciptakan aljabar dan mengembangkan teori-teori yang masih digunakan hingga saat ini. Selain itu, ilmuwan lain seperti al-Hasan Ibn al-Haisam yang memberikan kontribusi dalam bidang optik, serta Ibn Yünus yang mengembangkan teori fisika dan astronomi.
Beberapa faktor yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di masa keemasan Islam antara lain adalah:

  1. Karakter dasar ajaran Islam: Islam memandang ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang sangat penting dan menjadikannya sebagai nilai dasar. Pencarian ilmu pengetahuan dianggap sebagai jalan menuju surga.
  2. Kebijakan penguasa: Para khalifah dan penguasa Islam sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka menyediakan dana dan fasilitas bagi ilmuwan untuk berkarya, serta menganggap perkembangan ilmu sebagai bagian dari legitimasi kekuasaan mereka.
  3. Sikap terbuka terhadap peradaban lain: Umat Islam pada masa itu memiliki pandangan dunia yang terbuka dan kreatif, memandang ilmu sebagai suatu alat untuk memanfaatkan dunia sesuai dengan ketentuan agama.
  4. Dukungan ekonomi melalui wakaf: Wakaf memainkan peran penting dalam pendanaan pendidikan dan penelitian ilmiah di dunia Islam. Perguruan tinggi dan institusi riset didirikan dengan dukungan dana wakaf.

 

Meskipun begitu, untuk mengatasi ketertinggalan umat Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, penting untuk kembali menghayati sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Al-Qur’an sendiri banyak memberikan dorongan untuk melakukan penelitian dan pengkajian terhadap alam semesta. Beberapa ayat yang menunjukkan pentingnya observasi dan kajian terhadap ciptaan Allah adalah Surah Al-A’raf (7:185), Surah Al-Ghasyiyah (88:17-18), dan Surah Yunus (10:101). Selain itu, hadis-hadis Nabi Muhammad SAW juga memberikan dorongan untuk menuntut ilmu, yang dianggap sebagai jalan menuju surga dan jihad di jalan Allah.

Beberapa hadis menyebutkan bahwa menuntut ilmu adalah ibadah yang mendekatkan seseorang kepada Allah, dan mengajarkan ilmu kepada orang lain adalah sedekah. Dalam hal ini, Nabi SAW juga mengingatkan agar ilmu tidak disembunyikan, karena menyembunyikan ilmu akan mendapatkan hukuman di akhirat.

Konsep pengembangan ilmu dalam Al-Qur’an tidak hanya bersifat sekuler, tetapi lebih mengarah pada integrasi antara iman dan ilmu. Al-Qur’an mengajarkan bahwa iman dan ilmu adalah dua hal yang saling melengkapi. Dalam Surah Al-Mujadilah (58:11), Allah menegaskan bahwa orang-orang beriman dan berilmu akan dinaikkan derajatnya. Konsep integrasi ilmu ini juga terlihat dalam pemikiran para ulama klasik Islam, seperti Ibn Rusyd (Averroes) dan Al-Ghazali.

Ibn Rusyd dalam karyanya “Faṣl al-Maqāl” menulis tentang hubungan antara agama dan filsafat, yang mencakup ilmu pengetahuan. Ia menjelaskan bahwa agama dan filsafat tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi. Al-Ghazali, meskipun memiliki pandangan yang lebih kritis terhadap filsafat, juga mengakui pentingnya integrasi antara akal dan wahyu. Ia menyatakan bahwa akal tidak bisa menjelaskan segalanya tanpa wahyu, dan wahyu tidak bisa dipahami dengan baik tanpa akal.

Di zaman modern, integrasi antara agama dan sains semakin relevan. Fancis S. Collins, seorang ilmuwan terkemuka, menyatakan bahwa iman kepada Tuhan dapat dijadikan pilihan rasional dan prinsip-prinsip keimanan dapat melengkapi prinsip-prinsip sains. Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Ibn Rusyd dan Al-Ghazali yang menganggap ilmu pengetahuan dan ajaran agama tidak saling bertentangan.

Dalam konteks Muhammadiyah, telah dicanangkan filsafat pendidikan yang mengintegrasikan agama dan ilmu pengetahuan. Pendidikan yang menggabungkan pendekatan bayani (tekstual), burhani (rasional), dan irfani (intuitif) ini bertujuan untuk memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Misalnya, dalam hal penentuan awal bulan kamar, pendekatan burhani digunakan untuk mempertimbangkan perkembangan teknologi modern dalam menentukan awal bulan.

Integrasi keilmuan penting untuk menjaga perkembangan ilmu pengetahuan agar tidak bertentangan dengan keyakinan dasar agama. Pendekatan ini memungkinkan umat Islam untuk memahami agama dengan perspektif yang lebih luas, fleksibel, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Integrasi ilmu juga penting dalam memecahkan masalah masyarakat yang kompleks, yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu bidang ilmu saja.

Secara keseluruhan, integrasi ilmu pengetahuan dalam konteks Islam bertujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara agama dan sains, serta memungkinkan umat Islam untuk berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan global. Integrasi ini tidak hanya akan memperbaiki ketertinggalan umat Islam, tetapi juga akan memberikan solusi terhadap tantangan-tantangan dunia modern.

Dengan memahami bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas pada pendekatan rasional semata, tetapi juga bisa diintegrasikan dengan nilai-nilai agama, umat Islam diharapkan bisa mengembangkan potensi mereka di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, untuk membangun kembali kejayaan ilmiah umat Islam, sangat penting untuk menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam yang menekankan pada hubungan yang saling mendukung antara iman dan ilmu.

Pendidikan yang berbasis pada prinsip integrasi ini juga diharapkan dapat menghasilkan generasi ilmuwan Muslim yang tidak hanya memiliki kecakapan teknis, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika dalam setiap penemuan dan karya ilmiah mereka. Integrasi ilmu dan agama ini akan menjadi kunci untuk menghadapi tantangan dunia modern yang terus berkembang pesat.

Dengan demikian, kembali menghidupkan integrasi ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam bukan hanya sekadar mencari kemajuan dalam teknologi, tetapi juga untuk menjaga prinsip-prinsip keagamaan yang luhur agar sejalan dengan perkembangan zaman. Keberhasilan ini dapat dicapai melalui pendidikan yang memadukan pemahaman agama dan sains dengan pendekatan yang adaptif, relevan, dan berkelanjutan. (admin)